Langkah-Langkah Menuju Penerapan Good Corporate Governance
Pendahuluan
Good Corporate Governance (GCG) merupakan konsep yang enak dan mudah diwacanakan, tapi masih berat dilaksanakan. Terbukti, sejak Komite Nasional Kebijakan GCG (kini berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance/KNKG) mengeluarkan pedoman GCG pada 2001, jumlah institusi publik dan BUMN yang serius menerapkan konsep ini masih memprihatinkan (swa, 2007). Mas Achmad Daniri, -Ketua KNKG-, menyebutkan dalam Swa (2007) bahwa hal itulah yang membuat gemes pengurus KNKG. Padahal, target yang dicanangkan KNKG ingin menempatkan Indonesia pada kuartil teratas dalam pemeringkatan internasional good governance pada 2009. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Fithri (2007) jumlah peserta CGPI Awards-pun masih sangat sedikit. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya kesadaran publik akan arti pentingnya GCG.
Permasalahan
Merujuk pada latar belakang tersebut maka:
1. Apakah GCG?
2. Mengapa konsep GCG sulit membudaya?
3. Bagaimana upaya penerapan GCG?
Teori Keagenan
Teori Keagenan menunjukkan hubungan antara pihak yang bekerja sama tapi mempunyai posisi yang berbeda. Manajemen, sebagai pihak yang diberi amanah untuk menjalankan dana dari pemilik atau prinsipal, harus mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan kepadanya. Dilain pihak, prinsipal sebagai pemberi amanah akan memberikan insentif pada manajemen berupa berbagai macam fasilitas, baik finansial maupun non finansial. Permasalahan timbul ketika kedua belah pihak mempunyai persepsi dan sikap yang berbeda dalam hal pemberian informasi yang akan digunakan oleh prinsipal untuk memberikan insentif pada agen. Hal lain yang membuat permasalahan adalah persepsi kedua belah pihak dalam menanggung resiko (Eisenhard, 1989 dalam Khomsiyah, 2003). Agen yang mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, tidak akan memberikan seluruh informasi atas kepemilikannya tetapi asses pada informasi internal perusahaan terbatas akan meminta manajemen memberikan informasi selengkapnya. Keinginan prinsipal tersebut pada umumnya sangat sulit dipenuhi. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor seperti: biaya penyajian informasi, keinginan manajemen menghindari resiko untuk terlihat kelemahannya, waktu yang digunakan untuk menyajikan informasi, dan sebagainya. Produk dari ketiadaan harmonisasi antara agen dan prinsipal ini adalah timbulnya ketidakseimbangan informasi (information asymmetry).
Corporate Governance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholders. Pelaksanaan GCG menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan GCG menunjukkan adanya perlindungan tersebut, tidak hanya kepada pemegang saham, tetapi meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan termasuk masyarakat.
Pengungkapan merupakan salah satu alat yang penting untuk mengatasi masalah keagenan antara manajemen dan pemilik, karena dipandang sebagai upaya untuk mengurangi asimetri informasi. Perusahaan memberikan pengungkapan melalui laporan tahunan yang telah diatur oleh Bapepam dan lembaga profesi maupun melalui pengungkapan sukarela sebagai tambahan pengungkapan minimum yang telah ditetapkan. Penerapan GCG dalam praktiknya menekankan perlunya transparasi dan akuntanbilitas dari manajemen perusahaan
Penerapan GCG
Mendorong perusahaan menerapkan GCG bukanlah hal yang mudah. Menurut Jos Luhukay (Ketua Subkomite Korporasi) dalam Daniri (2007), bahwa salah satu penyebabnya adalah belum adanya wasit yang tegas untuk program ini. Regulator tidak bisa dijadikan satu sebagai wasit. Sehingga dalam rencana mendatang KNKG akan memprioritaskan pelaksanaan GCG di perusahaan yang menghimpun atau menggunakan dana publik dalam jumlah besar, seperti kelompok perbankan, dana pensiun, perusahaan publik dan BUMN. Pelaksanaan GCG di masing-masing kelompok tersebut tentu akan sangat bergantung pada peran regulator masing-masing. Contoh peran regulator perbankan adalah Bank Indonesia dan peran regulator pasar modal ada Bapepam. Jos Lukuhay dalam Daniri (2007) juga mengungkapkan bahwa sekarang sudah saatnya para regulator tersebut di-rating, bukan hanya perusahaannya saja.
Sedangkan menurut Suratman (2000), menjelaskan bahwa kurangnya sosialisasi GCG menyebabkan ketidaktahuan perusahaan akan asas manfaat GCG, sehingga penerapan GCG masih rendah. Hal ini juga didukung oleh penelitian Marwati (2007) yang menggambarkan bahwa peserta CGPI Awards masih sangat sedikit. Fenomena ini memberikan gambaran bahwa publik masih acuh dengan manfaat penerapam GCG.
Manfaat mikro GCG bagi perusahaan ujung-ujungnya memang efisiensi dan produktivitas. Sebab produktivitas dan efisiensi usaha adalah jawaban menghadapi kompetesi global di tengah situasi yang turbulance. Sedangkan secara makro GCG bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Misalnya, seluruh perusahaan di Indonesia menerapkan GCG maka secara otomatis membantu perbaikan ekonomi negara dan masyarakat.
Sebagai contoh konkrit yaitu, penerapan GCG dalam praktiknya menekankan perlunya transparasi dan akuntanbilitas dari manajemen perusahaan. Dengan demikian, perusahaan akan membayar pajak sesuai dengan apa yang didapat. Hal ini, menurut Wahjudi dalam Khomsiyah (2000), menghindari inefisiensi dan opportunity cost yang tidak perlu.
Sementara itu, guna menjamin efektifitas GCG diperlukan suatu cara. Hal itu harus dilakukan secara kolektif oleh pekerja-pekerja di dalam tingkatan yang berbeda. Upaya melakukan GCG dapat dilakukan jika masing-masing pihak dalam perusahaan menyadari perannya untuk mewujudkan GCG.
Merujuk pada Satyo (2000), berikut setidaknya bentuk-bentuk peran yang dapat diambil oleh para manajer, akuntan manajemen, dan auditor internal dalam mendukung terwujudnya GCG di perusahaan. Para manajer perusahaan dapat berperan secara efektif terhadap GCG dengan melakukan tindakan-tindakan antara lain:
1. Mengidentifikasi secara layak, mengevaluasi, dan mengelola resiko dan peluang;
2. Menindaklanjuti kebijakan perusahaan dan menjelaskan tujuan perusahaan secara lengkap;
3. Menaati standar-standar etika; dan
4. Memandang dewan direksi perusahaan sebagai “ahli” dan kewenangan legalnya diakui.
Akuntan Manajemen dapat berperan dalam:
1. Memberikan system informasi atas penilaian kinerja masa lalu dan aktivitas masa depan yang disetujui dan direncanakan;
2. Merancang dan menerapkan internal control system yang berperan sebagai dewan penjamin;
3. Menjamin bahwa pendelegasian kewenangan ditaati; dan
4. Mengawasi dan mengevaluasi biaya-biaya serta manfaat-manfaat dari aktivitas utama.
Auditor Internal dapat berperan dalam:
1. Membantu dewan dalam menilai resiko utama dan memberi nasehat pada pihak manajemen;
2. Mengevaluasi internal control system dan bertanggung jawab kepada komite audit;
3. Menelaah peraturan GCG minimal setahun sekali.
Pambudi S. Teguh, (2006) merangkum bahwa ada lima langkah menuju GCG, yaitu:
1. Pemilik dan manajemen, siapkan komitmen Anda. GCG adalah proses yang terus-menerus. Tanpa komitmen, hasilnya tidak akan maksimal dan hanya buang-buang waktu serta energi.
2. Tunjuk orang yang kapabel untuk memimpin tim khusus. Mereka bisa melakukan benchmarking atau mengundang konsultan.
3. Susunlah organ-organ GCG mengacu ke pedoman yang dikeluarkan Komnas GCG, serta disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Prinsipnya, terjadi keseimbangan kewenangan dan mekanisme check and balance
4. Buatlah corporate governance manual sebagai induk dari semua buku manual perusahaan yang mengatur etika dan praktik hubungan organ-organ perusahaan.
5. Sosialisasi dan tone from the top. Manajemen harus menunjukkan perilaku yang sesuai dengan aturan yang ada.
Good Corporate Governance (GCG) merupakan konsep yang enak dan mudah diwacanakan, akan tetapi membutuhkan kerjasama antara semua pihak demi mendapatkan manfaat yang optimal. Jangan dulu bicara adanya hambatan di luar ketika perusahaan ingin mempraktikkan GCG — terutama ketika iklim bisnis secara makro belum kondusif seperti masih merajalelanya tradisi kickback atau biaya siluman — yang membuat niat diurungkan. Yang terpenting, adalah mempraktekkan GCG sedini mungkin karena banyak manfaat yang dipetik.
Daftar Pustaka
Daniri, Achmad, 2007. Gulirkan Terus GCG. http://www.swa.co.id, 2007.
Khomsiyah, 2003. Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi: Pengujian Secara Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, 16-17 Oktober 2003, hal. 200-212.
Marwati, Fithri Setya (2007). Pengaruh Pengumuman Corporate Governance Perception Index (CGPI) Terhadap Reaksi Pasar. Universitas Gadjah Mada, Jogja, 2007. P
ambudi, S. Teguh, 2006. Lima Langkah Menuju GCG. http://www.swa.co.id. 2006. S
atyo, 2000. Agar CG Efektif. Media Akuntansi, NO. 7/ TH. I/Maret 2000, hal. 8.
Suratman, Adji, 2000. Peranan Akuntan pada GCG. Media Akuntansi, NO. 7/ TH. I/Maret 2000, hal. 12.
Filed under: Short Idea | 7 Comments »